Senin, 24 November 2014

My Haunting Past



Aku kerap sukar tidur. Suara-suara telah begitu menggangguku selama hidup. Aku mengetahui beberapa tahun yang lalu bahwa masalahnya adalah mengenai hipersensitivitas pendengaran, semua suara-suara latar ikut masuk meruyak gendang telinga. Mereka tidak bisa menyembuhkannya; hanya menyarankan beberapa tekhnik untuk menutupi atau mengalihkan masalah sebenarnya. Bukannya tidak pernah mencoba semua itu, akan tetapi, penutup telinga, mendengarkan music bahkan terapi meditasi, tidak ada satu pun diantaranya yang berhasil. Bahkan justru menambah parah. Hal ini membuat wanita itu melakukan hal-hal yang lebih jauh lagi.

Aku mendengar suaranya nyaris tiap malam. Tidak ada orang lain yang bisa mendengarnya. Kenapa dia hanya datang padaku? Berbaring di atas ranjang dalam keheningan nan gelap, mengantisipasi kedatangan dan mendengar suaranya, selalu membuatku was-was dan paranoid. Dia biasanya menunggu sampai aku hendak terlelap, seolah menggoda dan girang saat kemudian aku terhenyak bangun oleh suaranya.

Kebanyakan awalnya diawali dengan suara tangis lirih. Dia mengatakan “ingin mengakhiri semuanya.” Aku tahu setiap saat dirinya semakin mendekat, terkadang dalam beberapa malam aku bahkan bisa merasakan nafasnya yang dingin menerpa tengkuk. Aku bisa merasa seolah dirinya sedang berbaring di sampingku dan matanya menembus kegelapan menelanjangiku. Terkadang dia membisikkan kata-kata seperti “ini aku,” tepat di telingaku, seolah-olah keberadaan dirinya merupakan sesuatu yang akrab, terkubur memori kabur. Dia benar-benar mempermainkanku tanpa ampun, seperti seekor kucing yang telah memojokkan serangga tak berdaya sebelum menerkam dan mencabiknya. Masalahnya adalah, aku tak bisa melihat keberadaannya, namun perlahan tapi pasti wanita itu terrasa semakin nyata mewujud.

Dokter kemudian memvonis bahwa aku menderita skizofrenia. Terapi obat-obatan kujalani sekian lama, namun tak ada hasil. Semua itu membuatku merasa semakin tak berdaya, remuk, seperti hidup dalam cengkeraman kutuk. Sungguh berat menghadapi semua ini bagi seorang gadis semuda diriku. amun setidaknya, kini aku bisa meyakinkan diri bahwa wanita itu tidaklah nyata. Semua itu hanya sesuatu yang dihasilkan dari balik batok kepala, tidak ada yang perlu ditakuti mengenainya.

Sampai semalam …

Semalam, kehadirannya jauh lebih terasa nyata dari yang sudah-sudah. Aku mendengarnya berbisik, merasakan embusan nafasnya di tengkuk, aku bahkan bisa membauinya, terlalu nyata untuk bisa diabaikan. Aku merasa sangat khawatir jika sampai jatuh pada kebiasaan lama untuk berlari menuju kamar ibu dalam kegelapan dan tidur di sampingnya mengais rasa aman. Kini aku sudah jauh lebih dewasa, aku paham bahwa ibu berharap agar aku telah melewati fase itu, walau kenyataannya aku menghentikan kebiasaan tersebut hanya untuk mencegahnya bersedih, dan aku tak ingin dia merasa kecewa kepadaku. Hanya dirinya satu-satunya yang kupunya. Jika bisa memilih, aku ingin berada di sisinya tiap malam, selalu.

Aku tahu bahwa ibu terbangun karenaku, mungkin dia merasa jauh lebih sedih karena aku kembali pada keadaan sebelumnya, sedangkan pada sisi lain, Ibu berpikir bahwa obat-obatan telah mengatasi semuanya. Namun tidak ada yang bisa mengatasi masalah ini, selama ini aku berbohong demi membuatnya bahagia dan bisa tidur dengan tenang. Aku merangkak naik ke atas ranjang dan meringkuk di sebelahnya. Isak tangis pelan tak bisa lagi kubendung. Ibu nampak tak nyaman dengan suara yang yang kubuat, dan mulai menggeliat di balik selimut.
Maka aku berbisik di telinganya …, “ini aku.”

Ibu terhenyak bangun, tampak gugup. Dalam kegelapan aku melihatnya meraih ponsel dan mulai menekan tombol. Aku melihat pada layar bahwa ibu menghubungi dokter.

“Suara-suara yang kudengar dulu,” kata Ibu dengan suara bergetar dan parau, “kini kembali …”

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar